Jakarta, buletinsriwijaya.com – Mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai memiliki pengaruh besar dalam dinamika politik nasional, bahkan setelah tidak lagi menjabat sebagai kepala negara.
Kehadirannya disebut tidak hanya menjadi figur publik, tetapi telah berkembang menjadi inspirasi politik baru yang mengedepankan kesabaran, keterbukaan, dan kemampuan merangkul berbagai kelompok.
Pengurus DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Andre Vincent Wenas, menyebut Jokowi kini menjadi sosok sentral yang mampu menginspirasi generasi muda maupun mereka yang berpikiran progresif.
“Pak Jokowi adalah pusat inspirasi bagi anak muda dan mereka yang berjiwa muda. Ia memberi teladan tentang politik yang bersih, tidak saling meniadakan, tidak saling memukul, tetapi mengajak untuk membangun bersama,” ujar Andre Wenas dalam porcast JCCNetwork.id, Rabu (19/11/2025).
Menurutnya, praktik politik Jokowi memperlihatkan karakter negarawan yang jarang ditemui dalam kultur politik saat ini.
“Saya belum menemukan lagi politisi yang sudah naik kelas menjadi negarawan seperti beliau. Kesabaran dan sikap merangkul itu nyata, bukan sekadar retorika,” katanya.
Ia mencontohkan bagaimana Jokowi menghadapi pihak-pihak yang berseberangan secara politik tanpa konfrontasi keras.
“Kalau ada yang tidak setuju, apalagi yang keras mengkritik, itu tidak dilawan. Tapi diberi ruang, diberi waktu untuk menyadari sendiri. Itu pendekatan yang elegan dalam politik,” ujarnya.
Posisi Jokowi dalam PT juga turut menjadi perhatian publik. Sebagian kalangan menilai Jokowi memiliki pengaruh signifikan dalam arah politik PT, bahkan tak sedikit yang menyebut PT sebagai “partainya Jokowi”.
Meski demikian, pihak internal menegaskan bahwa Jokowi lebih berperan sebagai inspirator politik, bukan pemilik partai.
“Apakah bisa disebut partainya Jokowi? Ya, secara semangat dan karakter politik, bisa jadi. Tapi lebih tepat jika disebut partai politik mengusung nilai-nilai politik Jokowi politik merangkul, politik kerja, dan politik pembangunan,” tambahnya.
Keberadaan Jokowi, menurutnya, bukan sebagai pengendali, tetapi sebagai sumber nilai. “Beliau bukan menguasai, tapi memengaruhi. Bukan sebagai pemimpin struktural, tapi sebagai rujukan moral dan politik,” tutupnya.