Palembang, buletinsriwijaya.com - Puluhan orang dari organisasi Pembela Suara Rakyat (PSR) terlihat melakukan aksi demo di kantor Polda Sumsel untuk menyampaikan aspirasi dan memberikan laporan pengaduan terkait adanya dugaan indikasi Pungutan Liar (Pungli) di SMAN 3 Kota Palembang, Selasa (09/12/25).
Hal ini sebagaimana disampaikan langsung oleh Aan Pirang selaku koordinator aksi dalam pernyataannya menjelaskan bahwa sehubungan dengan Hari Anti Korupsi Sedunia tepat pada 9 Desember 2025 PSR menyatakan bahwa Korupsi merupakan musuh Negara. Sebagai masyarakat kita harus membantu Negara dalam memberantas Korupsi.
PSR sebagai Kontrol Sosial berkomitmen mendukung dan membantu Kepolisian Daerah Sumatera Selatan (POLDA SUMSEL) dalam Pengawasan, Pencegahan dan Pemberantasan kasus – kasus korupsi khususnya di Palembang dan umumnya Sumatera Selatan, imbuhnya.
“Aksi kami ini sudah sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentunya Segala tindak Pidana Korupsi. Serta Hak dan Kebebasan Menyuarakan Pendapat di muka umum dan Keterbukaan informasi publik,” ujar Aan Pirang.
Selain itu ada juga dugaan indikasi melanggar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) yang mengatur tentang Komite Sekolah dan Dana BOS di SMAN 3 Palembang, ujarnya.
Aan Pirang juga mengatakan bahwa berdasarkan informasi yang didapat adanya dugaan Abuse Of Power atau penyalahgunaan wewenang jabatan dan Pungli yang diduga terindikasi dilakukan oleh Kepala Sekolah, Ketua Komite, Bendahara SMA Negeri 3 Palembang terkait penggunaan keuangan sekolah.
“Info yang kami dapatkan adanya indikasi dugaan Pungutan liar (Pungli) Iuran/infaq/Sarpras dan Penggunaan Dana BOS terindikasi tidak sesuai oeruntukan yang menjurus pada dugaan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) SMA Negeri 3 Palembang,” jelas Aan Pirang.
Namun bagi sebagian wali murid, praktik itu tak ubahnya pungutan liar yang mengharuskan Wali Siswa membayar Rp. 250 – 300 ribu setiap bulan serta Rp. 2 – 7 juta per tahun untuk Sarana dan Prasarana Sekolah. Jika tidak bayar, Wali Siswa khawatir anak mereka akan kena imbasnya di sekolah, tambahnya.
“Dengan jumlah siswa sekitar 1.400 orang, potensi dana yang terkumpul dari pungutan itu mencapai Total lbh kurang (3.024.000.000,-) Miliaran rupiah setiap tahun,” ungkap Aan Pirang.
Aan Pirang menambahkan jika pungutan itu resmi, apakah ada dalam aturan, atau keputusan-keputusan baik dari Pemerintah Pusat, Kementerian, Pemerintah Daerah melalui Dinas Pendidikan. Apakah sudah benar sesuai aturan, atau justru menyimpang dari larangan pungutan di Sekolah Negeri.
Sekolah penerima dana BOS, baik SMA maupun SMK, dilarang melakukan pungutan kepada orang tua siswa yang tidak sesuai dengan ketentuan atau tanpa dasar hukum yang jelas. Jenis pungutan yang sah biasanya didefinisikan sebagai sumbangan yang bersifat sukarela dan tidak mengikat, berbeda dengan pungutan yang wajib dan mengikat, imbuhnya.
“Negara mengalokasikan Anggaran 20%: Mandat ini diatur dalam Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Anggaran ini mencakup belanja pemerintah pusat dan daerah (APBN/APBD) untuk pos-pos seperti gaji pendidik, sarana prasarana, dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS),” jelas Aan Pirang.
Sesuai dengan tugas PSR sebagai sosial kontrol, maka kami meminta Aparat Penegak Hukum Polda Sumsel untuk segera mengusut tuntas dan panggil serta periksa Kepala Sekolah, Ketua Komite dan Bendahara SMA Negeri 3 Palembang terkait adanya dugaan PUNGLI, kata Aan Pirang.
“Kami juga meminta Gubernur Sumsel segera Pecat Kepala Sekolah SMAN 3 Palembang yang diduga terindikasi Abuse Of Power yang diduga telah melakukan pelanggaran dan harus segera diberi sanksi tegas,” tutup Aan Pirang.
Selain itu, Perwakilan Polda Sumsel, KOMPOL Yuliansyah SH selaku Kanit Unit III Asusila Subdit Renata saat menerima massa aksi menyampaikan pendapatnya dengan mengatakan bahwa silakan nanti laporannya masukan untuk diproses.